Blitz Production Mendapat Kesempatan untuk Mensupport Lighting System dan Sound System dalam Pertunjukan Ini :
( Repost ) JAKARTA,
KOMPAS.com - Bentara Budaya Jakarta, Rabu (6/4/2016) malam, mendadak
berasa pindah kota. Sejumlah sosok lelaki berbaju hitam dan mengenakan ikat
kepala dan perempuan berkebaya sederhana berseliweran, pun pernak-pernik
berbahan bambu bertebaran.
Pada Rabu
malam ini, Bentara Budaya Jakarta menjadi tuan rumah hajatan bertema Baduy.
Serangkaian kegiatan dan pameran yang akan berlangsung sampai Minggu
(10/4/2016), mengusung semangat "Rayakan Perbedaan Baduy Kembali".
"Pameran
ini bertema Baduy Kembali, (bercerita) bagaimana Badui dulu dan masa
kini," ungkap General Manager Bentara Budaya Jakarta Frans Sartono
kepada Kompas.com, di lokasi kegiatan.
Bila Baduy
kerap dianggap lekat dengan ketertutupan dan berjarak dengan teknologi,
serangkaian kegiatan ini mengangkat fakta yang berkebalikan. Sartono pun
bertutur, sekarang masyarakat Baduy juga sudah akrab dengan ponsel dan
internet, tanpa kehilangan akar budayanya pula.
"Ini
menunjukkan ke-modern-an bisa membawa kebaikan, bukan bencana (seperti)
yang mereka khawatirkan," lanjut Sartono.
Kegiatan
bertema Baduy tersebut merupakan kerja sama Kompas.com dan Bentara Budaya
Jakarta. Harapannya, kata Sartono, masyarakat bisa lebih memahami budaya Baduy.
Menurut dia, selama ini Baduy akrab terdengar tetapi sisi dalam budayanya tak
benar-benar diketahui publik.
"Di sini
kita bisa melihat kesederhanaan masyarakat Baduy lewat perkakas yang
ditampilkan. Itu adalah potret yang mereka masih lakukan dan pakai sampai
sekarang," papar Sartono.
Sementara
itu, Director Group of Digital Kompas Gramedia Andy Budiman menyatakan pameran
ini ingin mengedepankan bahwa modernisasi bisa terjadi tanpa menghilangkan
kebudayaan. Justru, ujar dia, pameran kebudayaan seperti ini dapat menjadi
pengingat bagi masyarakat.
"Kami
berharap kerja sama kompas.com tentang Baduy ini juga bisa
menggambarkan kekayaan budaya Baduy," tutur Andy saat memberikan sambutan.
Andy sempat
mencuplik sepenggal ungkapan Baduy yang memberinya inspirasi tentang nilai
kehidupan sejati. "(Bahwa) tidur sekadar menghilangkan kantuk, makan
sekadar tidak lapar, dan berpakaian sekadar tidak telanjang," sebut dia.
Menurut Andy,
nilai-nilai dalam bahasa lugas semacam itu layak kembali diangkat untuk menjadi
pedoman hidup. Terutama, sebut dia, pada kondisi masyarakat sekarang yang
disebut cenderung individualis.
Pegiat
literasi sekaligus aparat desa Baduy, Sarpin, berharap pameran di Bentara
Budaya Jakarta menjadi kesempatan bagi masyarakat luas mengenal lebih dekat
kehidupan warga Baduy.
"(Tanpa
harus ke Baduy), masyarakat bisa melihat budaya Baduy yang masih bertahan
hingga saat ini," ungkap Sarpin di lokasi acara.
Setelah
dibuka pada Rabu malam, ada sederet acara yang bisa dinikmati selama pameran,
mulai dari pameran seni budaya Baduy, konser musik “Membaca Baduy”, kolaborasi
musisi modern dengan musisi Baduy, hingga diskusi dengan sosiolog, antropolog,
dan narasumber dari Baduy. Akan ada pula pagelaran busana yang menghadirkan
kain-kain tenun Baduy.
Sebelumnya,
Kompas.com telah mengangkat tema Baduy dalam karya multimedia di kanal Visual
Interaktif Kompas (VIK), yaitu Baduy Kembali. Selain
itu, berlangsung pula kompetisi blog tentang budaya Baduy dari kompasiana.com selama
pameran digelar di Bentara Budaya Jakarta.
Penulis :
Wahyu Adityo Prodjo
Editor : Palupi Annisa Auliani
Sign up here with your email